Pasca Bencana, Alam Kinarum Dipalas
Tanjung, Barito****Bencana Alam berupa banjir yang menerjang obyek wisata Riam Kinarum dan mengakibatkan tujuh pengunjung menjadi korban. Untuk menebus kesalahan sekaligus sebagai penghormatan terhadap alam semesta, warga sekitar obyek wisata Riam Kinarum yang ada di Desa Kinarum Kecamatan Upau mengadakan Ritual Palas Alam pada sabtu (30/10) di lokasi Obyek Wisata tersebut.
Bupati Tabalong dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sekretaris Daerah Kabupaten Tablaong, Drs. H. Abdel Fadillah, M. Si mengatakan bahwa bencana alam dalam segala bentuk dan macamnya bisa saja terjadi kapan saja dan dimana saja. Diantara sekian banyak bencana yang telah terjadi selama ini, ada yang murni sebagai fenomena alam dan juga tidak sedikit bencana alam yang disebabkan oleh kelalaian dan kecerobohan manusia atau yang sering disebut dengan istilah human error.
Menurutnya, kegiatan ritual palas alam yang dirangkai dengan aruh adat yang dilaksanakan tersebut, tentu semua memaklumi latar belakangnya. Bencana alam yang terjadi di tempat itu membuat semua terhenyak dan harus menyisakan kepedihan hati yang mendalam. ”Atas nama Pemerintah Kabupaten Tabalong, saya menyampaikan ucapan turut berduka cita atas musibah atau bencana alam yang menimpa anak-anak atau saudara-saudara kita di tempat ini. Semoga pelajaran ini memberikan penyadaran kepada kita semua untuk lebih mawas diri dan mengevaluasi diri kita masing-masing.”Ujar Abdel.
Teologi lingkungan dalam berkeyakinan, lanjutnya nilai agama harus menjadi sandaran nilai dalam bertindak. Dengan demikian, seluruh tindakan manusia seyogianya disandarkan kepada nilai-nilai agama. Jika tidak dilakukan merupakan dosa. Secara historis bencana alam terjadi sangat erat kaitannya dengan perilaku manusia yang terkadang bertindak sewenang-wenang dan menjadikan dosa sebagai keseharian. Durhaka menjadikan manusia lupa, akibatnya tuhan yang maha kuasa menurunkan azabnya. Jadi beriman yang utuh tidak sekedar menjalankan kewajiban dalam agama saja, melainkan juga dicerminkan dalam sikap dan perilaku menjaga lingkungan alam dari kerusakan, dan inilah prinsip dasar teologi lingkungan.
Lebih lanjut, teologi lingkungan diharapkan akan melahirkan sikap arif kepada alam (kearifan kosmologis). Dalam kaitan ini, ada beberapa prinsip lingkungan. Pertama, iman sejatinya adalah dibuktikan dengan upaya melindungi alam dari kerusakan. Kedua, bukan alam yang harus menyesuaikan dengan kehendak manusia, akan tetapi manusialah yang harus menyesuaikan dirinya dengan alam. Alam diciptakan oleh tuhan dengan prinsip kausalitas, qadha dan qadar-nya. Alam diciptakan tuhan berikut potensinya. Kemudian yang ketiga, alam tidak pernah menghancurkan manusia, akan tetapi manusialah yang merusak alam.
”Oleh karena itu, harus dikembangkan sikap peduli terhadap alam diseluruh lapisan masyarakat kita. Selanjutnya yang keempat dalam konsep teologi lingkungan, alam, tumbuhan, hewan dan manusia harus harmonis dalam satu kesatuan. Sebagai siklus kehidupan, semua pada hakekatnya tetap, namun akibat perilaku manusia yang sering merusak sumber daya alam membuat terjadinya ketidakseimbangan kosmos. Alam ini diciptakan dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Bahkan, membunuh seekor ulat dibelahan bumi bagian barat, dalam teologi lingkungan akan dapat mempengaruhi kelestarian ekosistem di belahan bumi lainnya.”Ujar Abdel.
Melalui kegiatan Palas Alam tersebut, Sekda berharap akan membawa pemikiran bersama untuk mengkaji lebih jauh tentang perilaku masing-masing. ”Kini bukan lagi mengenai kita sendiri, tetapi juga generasi, anak cucu kita kedepan. Kita semua sudah harus sepakat tidak mewariskan kerusakan akibat bencana alam. Marilah kita bersama-sama bertindak mengantisipasi timbulnya bencana dan membangun budaya baru yang sesungguhnya sudah lebih dahulu dilakukan oleh nenek moyang kita, yaitu budaya peduli lingkungan. Karena apabila kita lalai, bukan hanya sekedar dosa, akan tetapi akan selalu ada tangis sedih yang terus mewarnai kehidupan ini.”Pungkasnya. (LK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar